Minggu, 22 November 2015

Malaikat Kecil yang Rapuh

Malaikat Kecil yang Rapuh
 Oleh: Azima Noor Qamara Puteri

“Ma penerbangan dari Paris nya jam berapa? Nanti Nayla jemput ya ama Pak Bejo.”
“Aduh gapapa ga usah dijemput, sayang, nanti mama nyampe Bandung harus langsung take off ke Makassar. Kamu selesai sekolah langsung pulang ke rumah aja ya, nanti mama kabarin lagi kalo mau pulang.”
“Yah yaudah deh padahal aku kangen banget sama mama.”
Setelah mendengar kabar kalau mama belum akan pulang ke rumah aku pun sedikit sedih karena sudah satu minggu kepergian mama ke Paris untuk menghadiri fashion show dari busana rancangannya.  Dan aku sangat merindukan  mama ku saat ini.  Ah iya! Masih ada papa pikirku, akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi papa.
“Tuuut..tuuut…tuuut..tuuut..maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.”
“Ok gapapa, kalo kata orang ga boleh nyerah sama percobaan pertama, mari kita coba telpon lagi.”
“Tuut..tuut..halo, sayang, maaf ya telponnya baru papa angkat, ada apa? Kamu masih di sekolah  kan?”
“Halooo, akhirnya diangkat juga. Lagi sibuk ya, Pa? Aku pingin makan siang bareng papa nih, kebetulan ada restoran baru di deket sekolah ku, katanya enak lohhh. Bisa yaaaaa?”
“Aduh, Nay,  nanti siang papa ada meeting sama klien, kamu makan sama temen-temen aja ya? Atau mau delivery? Nanti papa yang bayarin deh kamu mau pesen apa aja, atau nanti uangnya papa transfer.”
“Oh yaudah gapapa, Pa, ntar Nayla makan dirumah aja lah, masakan bibi juga mantap kok hehe. “
“Maaf ya, sayang. Papa juga mungkin lembur malam  ini, kamu baik-baik ya dirumah,”
“Iya, Pa. Yaudah jangan lupa makan siang ya, Pa. Daaaah. “
            Baiklah, ternyata papa juga sibuk. Begini rasanya kalau punya orang tua pekerja, mereka jarang dirumah dan jarang punya waktu buat kumpul. Menjadi direktur sebuah perusahaan mengharuskan papa ku untuk sibuk dikantornya, mulai dari ketemu klien, meeting rutin, bahkan pertemuan di luar kota. Dan mama ku sebagai fashion designer harus terbang dari kota ke kota bahkan ke luar negeri untuk menghadiri fashion show maupun event-event lainnya. Tapi aku ga komplain sama semua ini, kedua orang tuaku punya ambisi dengan karier mereka masing-masing yang sudah mereka bangun dari nol, dan aku ga mau menghalangi itu. Aku yakin mereka kerja di luar sana mati-matian cari uang untuk kebutuhan keluarga kami juga,  dan untuk membiayai keperluan anaknya, walaupun yang harus dibiayai itu cuma satu, aku, yang masih duduk di tahun kedua SMA.
-
            Ahhh, siang ini cuacanya benar-benar cerah sampai rasanya kulit ku hampir terbakar. Entah kenapa hari ini matahari sedang senang-senangnya menampakkan diri. Akhirnya sepulang sekolah aku memutuskan untuk ngadem saja seharian dikamar. Seperti biasanya, dirumah cuma ada aku dan bibi. Bibi sibuk sama kerjaannya, dan aku sibuk sama pikiranku. I have a lot of funny things to do in my mind, aku ingin melakukan itu semua bersama orang tuaku, ingin piknik bareng, sekedar nonton bertiga, ataupun cuma bercanda dirumah. Tapi karena mereka sibuk semuanya hanya bisa aku simpan dipikiranku sendiri.
“Jadi, ngapain kita siang ini???”  Gumamku pada diriku sendiri. Setelah menghidupkan AC dan duduk di pinggir kasur, aku melihat headphone-ku yang tergeletak di meja belajar. Here it is, let’s put it and turn the music on!

♫ If I got locked away
And we lost it all today...
Tell me honestly...
Would you still love me the same?
If I showed you my flaws
If I couldn't be strong
Tell me honestly...
Would you still love me the same?
Would you still love me the same? ♫

            Kring..kring..kring…kring..
“Halo, kediaman Pak Irwan, Bu Helga, dan Non Nayla, ada yang bisa dibantu?”
“Bi Ija? Ini Fanya temen sekolahnya Nayla, Bi. Nayla nya ada? Saya telpon ga diangkat-angkat soalnya. “
“Oh non Fanya, toh. Ada non kayanya non Nayla ketiduran, nanti bibi coba bangunin ya biar dia telpon balik non Fanya.”
“Iya, bi, tolong ya. Ada urusan penting soalnya, makasih ya, bi.”
“Baik non Fanya sama-sama.”
            Tok..tok..tok..
            Tok..tok..tok..
            Klik..
”Oh ga dikunci. Wah kan bener si non ketiduran sambil denger musik, pantes ga kedengeran. Non Nayla, ada telpon non.”
            Tiba-tiba seperti ada yang memanggil namaku, seketika aku pun terbangun dengan musik yang masih menyala. Ternyata si bibi sudah berada di samping tempat tidurku.
“Hoaaaam, kenapa bi? aku ketiduran nih.”
“Ada telpon dari non Fanya, non. Katanya penting jadi dia minta non Nayla telpon balik.”
“Astagaaaaaaa aku lupa!! Pak Bejo ada, bi? Tolong bilangin siapin mobil ya, bi, aku mau pergi bentar lagi abis siap-siap.”
“Oh iya baik non.”
            Sore ini aku ada janji sama Fanya mau nyari kado buat ultahnya Nindy yang bakal dirayain sabtu besok. Sebenarnya sudah dari minggu lalu kami ingin pergi, berhubung tugas sekolah tidak memberi peluang untuk pergi, akhirnya baru hari ini bisa keluar. Aku, Fanya, dan Nindy itu sudah sahabatan dari kelas 10, dan mereka adalah sahabat yang sangat ngertiin aku. I love them so much! Jadi aku ngajakin Fanya buat ngasih kado yang special ke Nindy. Jadilah sore itu setelah menjemput Fanya kita patungan beli boneka teddy bear which is se-gede Nindy. Huahaha biar bisa dipeluk sama dia kalo lagi kesepian.
Psst,  minggu depan giliran aku yang ultah loh, ada yang inget ga ya…
J
“Gimana fashion show nya, Ma? Lancar? Apa mama bakalan berangkat lagi dalam minggu ini?”
“Syukurlah acaranya lancar, Pa. Nah itu belum tau, soalnya kemarin dapet kabar bakal ada seminar internasional gitu, sekalian ada majalah disana yang mau pake baju rancangan kita buat di pake sama model majalahnya dan mereka minta rancangan khusus. Jadi kemungkinan mama masih harus kesana.”
“Tapi minggu depan itu acara sweet 17 nya Nayla loh, Ma. Kita udah lama banget nyiapin semuanya, undangannya pun udah disebar.”
“Mama tau, Pa. Nanti mama usahain.”
Pagi ini terdengar suara orang bercakap-cakap dari ruang makan. Ah! Ternyata papa dan mama sudah pulang. Setelah berhibernasi semalaman aku pun langsung melonjak keluar kamar. There they are!
“Pagiiiiii semuanyaaaa.” Sapaku girang
“Halo, sayang, udah bangun? Semalem papa dan mama pulangnya udah larut jadi ga tega bangunin kamu.”
“Iya, mama bawa oleh-oleh loh buat kamu.”
“Wah asikkkk, ntar aku liat deh. Tumben nih papa sama mama dirumah, lagi ga ada kerjaan? Kita jalan yuk siang ini, apa piknik aja? Pasti seru deeeeh. Kan udah lama kita ga pergi bareng.”
“Wah boleh tuh, mama udah lama ga piknik.”
Tiba-tiba sesuatu memecah keadaan. Kring…kringg..
“Hello? Oh yeah, this is Mrs. Helga whom you speak with. About our cooperation…” mama menerima telpon sambil melangkah pergi dari meja makan.
“Maaf ya, sayang. Kayanya mama masih sibuk sama urusannya, papa juga sebenernya harus ngecek laporan kantor dan hasil rapat kemarin. Lain kali aja ya kita perginya.”
Tiba-tiba handphone mama berbunyi di saat kami sedang berkumpul seperti ini, hal yang sangat jarang terjadi. Jujur aku sedikit kecewa karena ternyata mama se-sibuk itu, akhirnya dengan bersedih hati aku langsung masuk ke kamar. Weekend seperti ini sangat menyenangkan bila bisa dilalui bersama keluarga, pikirku, tapi apa daya kedua orang tuaku sangat sibuk. Terkadang aku iri melihat anak yang selalu bisa pergi bersama kedua orang tuanya, terkadang aku merasa kesepian karena selalu di tinggal pergi, semua fasilitas ini tetap saja membuatku kesepian, yang aku butuhkan adalah kasih sayang dari sosok papa dan mama, bukan materi.
Ah sudahlah, malam ini aku harus menghadiri acara ulang tahunnya Nindy, dan aku harus mengatur agar mood-ku tetap baik hingga nanti malam. Akhirnya hari itu kuhabiskan dengan merapikan kamar yang sudah seminggu tidak dibereskan, menonton film, dan memilih baju yang akan ku kenakan nanti malam. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul 16.00, aku segera bersiap untuk menuju salon sekedar untuk make up dan mendadani rambutku, karena jujur saja aku tak begitu pandai dalam hal seperti ini.
-
Pukul 19.00 aku mulai memasuki salah satu café terkenal di Bandung. Orang tua Nindy sudah lama merencanakan untuk merayakan ulang tahun Nindy disini. Suasananya begitu ramai dan penuh dengan canda tawa, dari kejauahan aku bisa melihat Nindy begitu anggun dengan gaun putih berbalut mahkota di atas kepalanya. She is turning 17 now, my beautiful girl! Aku melihat Fanya dari kejauhan dan segera menghampirinya.
“Fanyaaaa, Nindy cantik banget yaaa.”
“Iya dong, that’s our Nindy. Pasti lebih cantik lagi abis liat kado dari kita.” Sahut Fanya sama girangnya.
“Haha pastinyaaa.”
Tiga puluh menit kemudian acara dimulai. Semua tamu mulai menyanyikan lagu ulang tahun untuk Nindy. Diapit oleh kedua orang tuanya, aku bisa merasakan betapa bahagianya Nindy saat itu. Tiba-tiba saja dadaku seperti tertohok, aku merindukan saat-saat seperti itu, di mana papa dan mama mendampingiku di saat bahagiaku. Tahun lalu saat merayakan ulang tahunku yang ke-16, orang tua ku sedang berada di luar kota sehingga aku hanya merayakan bersama teman-temanku. Tahun ini aku tidak berharap banyak, aku cuma berharap papa dan mama ada disampingku di saat bahagiaku nanti. Semoga saja.
-
“Hoaaaaam”
Dari tempat tidur aku bisa melihat matahari berusaha menembus gorden jendela kamarku. Sepertinya aku kesiangan. Dan benar saja, saat melihat jam ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang di hari Minggu. Sepulang dari acara Nindy aku langsung terlelap karena capek. Acaranya berlangsung meriah dan Nindy sempat menangis terharu menerima hadiah dari aku dan Fanya. That was a fun and tired night! Setelah sepenunhnya sadar aku pun beranjak menuju dapur untuk mengambil minum, tetapi aku merasakan kalau keadaan rumah begitu hening.
“Bi, papa dan mama kemana?”
“Oh itu, non. Ibu barusan berangkat katanya ada urusan mendadak di Itali. Bapak juga ada kerjaan mendadak di Bali. Katanya mereka udah sms non Nayla, soalnya non nyenyak banget pas mau dibangunin.”
“Pergi lagi? Huhhhh yaudah deh kalo gitu, bi.”
Yang benar saja, lagi-lagi aku ditinggal pergi. Dan ketika aku mengecek handphone memang
benar terdapat sms dari papa dan mama. Mereka bilang kalau mereka baru akan pulang hari Jumat. Dan lagi-lagi mereka mentransfer uang untuk keperluanku selama mereka pergi. Is money something that can buy my happiness?!
Mood-ku benar-benar jelek hari itu, apa papa dan mama ga bisa sedikit saja meluangkan waktu buatku? Apa mereka tidak ingin menikmati kebersamaan kami sebentar saja? Apa mereka pikir uang bisa menggantikan kebahagiaanku saat bisa bersama mereka? Akhirnya tangisku pecah, aku sangat merindukan sosok mama yang dulu selalu memelukku, mengkhawatirkan bekalku. Begitu pula sosok papa yang selalu takut jika anak satu-satunya keluar rumah sendiri. Aku merindukan cinta dan kasih sayang dari mereka yang dulu bisa tiap hari kudapatkan. Dengan keadaan seperti ini aku sudah tidak berharap banyak jika kedua orang tuaku bisa berada disampingku disaat ulang tahunku nanti, aku tidak mengharapkan pesta mewah, aku hanya ingin sosok mereka bersamaku.
-
Hari demi hari kujalani tanpa semangat, bahkan aku tidak bisa merasa bahagia saat sahabat-sahabtku ada disekitar. Dirumah hanya ada aku, bi Ija, dan pak Bejo. Ditambah lagi kepulangan kedua orang tuaku yang seharusnya Jumat kemarin diundur dan baru akan pulang sore ini. Tiba-tiba saja Fanya sangat memaksa mengajakku keluar rumah sore ini, dan dia sengaja mejemputku bersama Nindy.
“Nay ayo buruan, udah jam 4 lohhh masih banyak yang harus di kerjain.” Fanya terlihat seperti orang kelabakan.
“Mau ngapain sih, Fan. Nin kasih tau aku dong si Fanya kenapa jadi begini.”
“Udah, Nay ikut aja, yuk buruaaaaan.” Si Nindy sama kelabakannya.
“Yaudah bentar aku ambil tas dulu.”
Sampailah sore itu kami di sebuah salon. Fanya dan Nindy membawa 3 buah gaun, which is 1 gaun terlihat sangat cantik dan menonjol sendiri. Aku melihat mereka tengah berbisik kepada sang penata rambut dan make up.
“Udah Nay kamu diem aja ya ga usah banyak tanya mau di apain, pokoknya hari ini kamu harus pasrah kita apa-apain.”
“Oh girls come on, jangan jadiin aku badut aja ya haha.”
Setelah di make over sama mbak-mbak salon tadi, kami segera menuju salah satu hotel mewah yang berada di kawasan Bandung. I still have no idea with what’s going on. Kemudian tibalah kami di ballroom hotel. So here I am. Mengenakan gaun merah sederhana yang panjangnya sedengkul hingga jenjang kakiku terlihat jelas, tetapi tetap mewah karena ditaburi Swarovski di bagian dada dan leher serta disekitar bordiran yang hanya sedikit menutupi lengan atasku. Rambutku dibiarkan terurai agar tetap terlihat sesuai umurku, dengan tak lupa diselipkan mahkota kecil di bagian depan. Fanya dan Nindy yang tak kalah cantiknya sudah berdiri dibelakangku mengenakan gaun putih yang sangat anggun. Dan saat aku membuka pintu ballroom, ruangan tersebut sangat gelap, hanya lampu di pinggiran red carpet yang menuntunkun memasuki ruangan. tiba-tiba saja lampu menyala.
“HAPPY BIRTHDAY NAYLA AMANDA PIORIN.”
Seketika ruangan bergema, this is my birthday. Semua orang yang aku kenal berkumpul di sini untuk merayakan ulang tahunku yang ke-17. Dan mereka semua serentak mengucapkan itu saat lampu menyala. Aku tak bisa lagi menahan haru, di depan sana aku melihat sebuah kue yang sangat indah, Fanya dan Nindy menuntunku menuju kue tersebut. Akhirnya mereka berkata bahwa ini semua adalah rencana kedua orang tuaku, dan mereka sudah menyebarkan undangan sejak lama, tetapi mereka meminta agar tidak ada yang memberitahu Nayla tentang rencana ini. Tangis bahagiaku semakin menjadi-jadi, aku tak menyangka mereka akan melakukan hal seperti ini. Tetapi tiba-tiba saja aku merasa sedih, aku tidak melihat sosok kedua orang tuaku di ruangan ini. Dan benar saja, tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Dan Fanya menyodorkan handphone-nya yang juga berbunyi kepadaku.
“Happy birthday my little princess. Princess papa udah 17 tahun ya sekarang. Maafin papa ya ga bisa ada di sana, papa masih di Bali dan baru akan pulang besok sore. Semoga kamu suka sama pesta yang udah papa dan mama rancang dari lama ini ya.” Ternyata papa berbicara melalu handphone Fanya.
“Happy birthday to you, happy birthday to you. Happy birthday from Itali, Nayla sayang. Maafin mama ga bisa berada disamping kamu saat ini, kepulangan mama ditunda lagi hingga senin. Kamu mau kado apa? Mobil? Atau nanti papa sama mama transfer dulu uangnya ya kamu boleh beli apa aja.” Mama terdengar sangat girang di ujung telpon.
Mataku pedih mendengar kalimat mama barusan, aku tak mampu lagi membendung air mataku. Seketika aku langsung meledak.
“UANG, UANG, UANG, APA APA UANG!! NAYLA GA BUTUH ITU SEMUA MA, PA. NAYLA BUTUH KALIAN! NAYLA GA BUTUH PESTA INI KALO GA ADA KALIAN DISAMPING NAYLA. NAYLA CAPEK NAHAN INI TERUS, NAYLA BUTUH CINTA BUKAN UANG ATAUPUN MATERI LAINNYA!!”
Setelah kejadian itu acara tidak berjalan dengan lancar. Nayla tiba-tiba jatuh pingsan dengan mata yang sudah sembab. Akhirnya Nayla langsung di bawa pulang ke rumah. Orang tua Nayla sangat cemas mendengar Nayla yang begitu periang tiba-tiba mengutarakan isi hatinya malam itu. Mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil penerbangan pulang saat itu juga.
-
Paginya setelah sampai dirumah Papa langsung masuk ke kamar Nayla. Di sana sudah ada dokter pribadi yang memeriksa kondisi Nayla. Betapa kagetnya sang papa mendengar penjelasan dokter.
“Maaf pak Irwan, tapi sepertinya Nayla mengalami depresi yang sangat berat. Dia bahkan tidak mampu untuk mengucapkan apa-apa. Untuk saat ini biarkan saja Nayla sendiri tetapi tetap di awasi.”
Papa Nayla langsung terduduk dan merasa hancur, betapa tidak, anak kesayangannya ternyata merasa kesepian selama ini dan ia sangat menyesali hal itu. Dia sadar bahwa dia dan istrinya tidak pernah meluangkan sedikit waktu untuk Nayla. Papa Nayla tenggelam dalam tangis yang tiada hentinya, sambil terus menggenggam tangan Nayla.
Sore harinya mama Nayla baru tiba dirumah. Papa juga sangat menyayangkan keterlambatan istrinya itu. Sama halnya seperti papa, mama sangat terenyak melihat keadaan Nayla. Tangisnya pecah seakan menyalahkan keegoisannya selama ini untuk tidak memberikan sedikit waktunya pada Nayla.
“Nayla sudah melamun begitu sejak tadi, Ma. Dia bahkan ga mau buka mulut saat akan papa suapi makan.”
Mama Nayla menangis terisak-isak sambil memeluk Nayla. Ia terus-terusan meminta maaf kepada Nayla akan kebodohannya selama ini. Tetapi Nayla hanya diam saja.
Semenjak hari itu papa dan mama Nayla mulai mengurangi kegiatan mereka. Mereka sudah berkomitmen untuk selalu ada disamping Nayla kapan pun ia butuh. Selama seminggu penuh mereka menemani Nayla yang mulai berangsur-angsur membaik. Sejak kejadian itu mereka sadar bahwa tidak ada gunanya mereka mengejar uang jika buah hati mereka sendiri tidak bisa merasakan cinta dan kasih sayang dari mereka. Kejadian itu memberi mereka pelajaran bahwa kebahagiaan tidak bisa didapatkan dari materi, dan mereka harus bisa mengatur waktu agar orang yang mereka cintai dan kasihi tetap mendapat kasih sayang yang cukup, bukan terus-terusan mengejar uang.

 Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta Atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com danNulisbuku.com


 

Azima's blog♔ Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang