Malaikat
Kecil yang Rapuh
Oleh: Azima Noor Qamara Puteri
“Ma penerbangan dari Paris nya
jam berapa? Nanti Nayla jemput ya ama Pak Bejo.”
“Aduh gapapa ga usah dijemput,
sayang, nanti mama nyampe Bandung harus langsung take off ke Makassar. Kamu selesai
sekolah langsung pulang ke rumah aja ya, nanti mama kabarin lagi kalo mau
pulang.”
“Yah yaudah deh padahal aku
kangen banget sama mama.”
Setelah mendengar kabar kalau mama
belum akan pulang ke rumah aku pun sedikit sedih karena sudah satu minggu
kepergian mama ke Paris untuk menghadiri fashion show dari busana
rancangannya. Dan aku sangat
merindukan mama ku saat ini. Ah iya! Masih ada papa pikirku, akhirnya aku
memutuskan untuk menghubungi papa.
“Tuuut..tuuut…tuuut..tuuut..maaf,
nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.”
“Ok gapapa, kalo kata orang ga
boleh nyerah sama percobaan pertama, mari kita coba telpon lagi.”
“Tuut..tuut..halo, sayang, maaf
ya telponnya baru papa angkat, ada apa? Kamu masih di sekolah kan?”
“Halooo, akhirnya diangkat juga.
Lagi sibuk ya, Pa? Aku pingin makan siang bareng papa nih, kebetulan ada restoran
baru di deket sekolah ku, katanya enak lohhh. Bisa yaaaaa?”
“Aduh, Nay, nanti siang papa ada meeting sama klien, kamu
makan sama temen-temen aja ya? Atau mau delivery? Nanti papa yang bayarin deh
kamu mau pesen apa aja, atau nanti uangnya papa transfer.”
“Oh yaudah gapapa, Pa, ntar Nayla
makan dirumah aja lah, masakan bibi juga mantap kok hehe. “
“Maaf ya, sayang. Papa juga
mungkin lembur malam ini, kamu baik-baik
ya dirumah,”
“Iya, Pa. Yaudah jangan lupa
makan siang ya, Pa. Daaaah. “
Baiklah,
ternyata papa juga sibuk. Begini rasanya kalau punya orang tua pekerja, mereka
jarang dirumah dan jarang punya waktu buat kumpul. Menjadi direktur sebuah
perusahaan mengharuskan papa ku untuk sibuk dikantornya, mulai dari ketemu
klien, meeting rutin, bahkan pertemuan di luar kota. Dan mama ku sebagai
fashion designer harus terbang dari kota ke kota bahkan ke luar negeri untuk
menghadiri fashion show maupun event-event lainnya. Tapi aku ga komplain sama
semua ini, kedua orang tuaku punya ambisi dengan karier mereka masing-masing
yang sudah mereka bangun dari nol, dan aku ga mau menghalangi itu. Aku yakin
mereka kerja di luar sana mati-matian cari uang untuk kebutuhan keluarga kami
juga, dan untuk membiayai keperluan
anaknya, walaupun yang harus dibiayai itu cuma satu, aku, yang masih duduk di
tahun kedua SMA.
-
Ahhh,
siang ini cuacanya benar-benar cerah sampai rasanya kulit ku hampir terbakar. Entah
kenapa hari ini matahari sedang senang-senangnya menampakkan diri. Akhirnya sepulang
sekolah aku memutuskan untuk ngadem saja seharian dikamar. Seperti biasanya,
dirumah cuma ada aku dan bibi. Bibi sibuk sama kerjaannya, dan aku sibuk sama
pikiranku. I have a lot of funny things to do in my mind, aku ingin melakukan
itu semua bersama orang tuaku, ingin piknik bareng, sekedar nonton bertiga,
ataupun cuma bercanda dirumah. Tapi karena mereka sibuk semuanya hanya bisa aku
simpan dipikiranku sendiri.
“Jadi, ngapain kita siang ini???”
Gumamku pada diriku sendiri. Setelah
menghidupkan AC dan duduk di pinggir kasur, aku melihat headphone-ku yang
tergeletak di meja belajar. Here it is, let’s put it and turn the music on!
♫ If I got locked away
And we lost it all today...
Tell me honestly...
Would you still love me the same?
If I showed you my flaws
If I couldn't be strong
Tell me honestly...
Would you still love me the same?
Would you still love me the same? ♫
And we lost it all today...
Tell me honestly...
Would you still love me the same?
If I showed you my flaws
If I couldn't be strong
Tell me honestly...
Would you still love me the same?
Would you still love me the same? ♫
Kring..kring..kring…kring..
“Halo, kediaman Pak Irwan, Bu
Helga, dan Non Nayla, ada yang bisa dibantu?”
“Bi Ija? Ini Fanya temen sekolahnya
Nayla, Bi. Nayla nya ada? Saya telpon ga diangkat-angkat soalnya. “
“Oh non Fanya, toh. Ada non
kayanya non Nayla ketiduran, nanti bibi coba bangunin ya biar dia telpon balik
non Fanya.”
“Iya, bi, tolong ya. Ada urusan
penting soalnya, makasih ya, bi.”
“Baik non Fanya sama-sama.”
Tok..tok..tok..
Tok..tok..tok..
Klik..
”Oh ga dikunci. Wah kan bener si
non ketiduran sambil denger musik, pantes ga kedengeran. Non Nayla, ada telpon
non.”
Tiba-tiba
seperti ada yang memanggil namaku, seketika aku pun terbangun dengan musik yang
masih menyala. Ternyata si bibi sudah berada di samping tempat tidurku.
“Hoaaaam, kenapa bi? aku
ketiduran nih.”
“Ada telpon dari non Fanya, non.
Katanya penting jadi dia minta non Nayla telpon balik.”
“Astagaaaaaaa aku lupa!! Pak Bejo
ada, bi? Tolong bilangin siapin mobil ya, bi, aku mau pergi bentar lagi abis
siap-siap.”
“Oh iya baik non.”
Sore
ini aku ada janji sama Fanya mau nyari kado buat ultahnya Nindy yang bakal
dirayain sabtu besok. Sebenarnya sudah dari minggu lalu kami ingin pergi,
berhubung tugas sekolah tidak memberi peluang untuk pergi, akhirnya baru hari
ini bisa keluar. Aku, Fanya, dan Nindy itu sudah sahabatan dari kelas 10, dan
mereka adalah sahabat yang sangat ngertiin aku. I love them so much! Jadi aku
ngajakin Fanya buat ngasih kado yang special ke Nindy. Jadilah sore itu setelah
menjemput Fanya kita patungan beli boneka teddy bear which is se-gede Nindy.
Huahaha biar bisa dipeluk sama dia kalo lagi kesepian.
Psst, minggu depan giliran aku yang ultah loh, ada
yang inget ga ya…
J
“Gimana fashion show nya, Ma?
Lancar? Apa mama bakalan berangkat lagi dalam minggu ini?”
“Syukurlah acaranya lancar, Pa.
Nah itu belum tau, soalnya kemarin dapet kabar bakal ada seminar internasional
gitu, sekalian ada majalah disana yang mau pake baju rancangan kita buat di
pake sama model majalahnya dan mereka minta rancangan khusus. Jadi kemungkinan
mama masih harus kesana.”
“Tapi minggu depan itu acara
sweet 17 nya Nayla loh, Ma. Kita udah lama banget nyiapin semuanya, undangannya
pun udah disebar.”
“Mama tau, Pa. Nanti mama
usahain.”
Pagi ini terdengar suara orang
bercakap-cakap dari ruang makan. Ah! Ternyata papa dan mama sudah pulang.
Setelah berhibernasi semalaman aku pun langsung melonjak keluar kamar. There
they are!
“Pagiiiiii semuanyaaaa.” Sapaku
girang
“Halo, sayang, udah bangun?
Semalem papa dan mama pulangnya udah larut jadi ga tega bangunin kamu.”
“Iya, mama bawa oleh-oleh loh
buat kamu.”
“Wah asikkkk, ntar aku liat deh.
Tumben nih papa sama mama dirumah, lagi ga ada kerjaan? Kita jalan yuk siang
ini, apa piknik aja? Pasti seru deeeeh. Kan udah lama kita ga pergi bareng.”
“Wah boleh tuh, mama udah lama ga
piknik.”
Tiba-tiba sesuatu memecah
keadaan. Kring…kringg..
“Hello? Oh yeah, this is Mrs.
Helga whom you speak with. About our cooperation…” mama menerima telpon sambil
melangkah pergi dari meja makan.
“Maaf ya, sayang. Kayanya mama
masih sibuk sama urusannya, papa juga sebenernya harus ngecek laporan kantor
dan hasil rapat kemarin. Lain kali aja ya kita perginya.”
Tiba-tiba handphone mama berbunyi
di saat kami sedang berkumpul seperti ini, hal yang sangat jarang terjadi.
Jujur aku sedikit kecewa karena ternyata mama se-sibuk itu, akhirnya dengan
bersedih hati aku langsung masuk ke kamar. Weekend seperti ini sangat
menyenangkan bila bisa dilalui bersama keluarga, pikirku, tapi apa daya kedua
orang tuaku sangat sibuk. Terkadang aku iri melihat anak yang selalu bisa pergi
bersama kedua orang tuanya, terkadang aku merasa kesepian karena selalu di
tinggal pergi, semua fasilitas ini tetap saja membuatku kesepian, yang aku
butuhkan adalah kasih sayang dari sosok papa dan mama, bukan materi.
Ah sudahlah, malam ini aku harus
menghadiri acara ulang tahunnya Nindy, dan aku harus mengatur agar mood-ku
tetap baik hingga nanti malam. Akhirnya hari itu kuhabiskan dengan merapikan
kamar yang sudah seminggu tidak dibereskan, menonton film, dan memilih baju
yang akan ku kenakan nanti malam. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul 16.00,
aku segera bersiap untuk menuju salon sekedar untuk make up dan mendadani rambutku,
karena jujur saja aku tak begitu pandai dalam hal seperti ini.
-
Pukul 19.00 aku mulai memasuki
salah satu café terkenal di Bandung. Orang tua Nindy sudah lama merencanakan
untuk merayakan ulang tahun Nindy disini. Suasananya begitu ramai dan penuh
dengan canda tawa, dari kejauahan aku bisa melihat Nindy begitu anggun dengan
gaun putih berbalut mahkota di atas kepalanya. She is turning 17 now, my
beautiful girl! Aku melihat Fanya dari kejauhan dan segera menghampirinya.
“Fanyaaaa, Nindy cantik banget
yaaa.”
“Iya dong, that’s our Nindy.
Pasti lebih cantik lagi abis liat kado dari kita.” Sahut Fanya sama girangnya.
“Haha pastinyaaa.”
Tiga puluh menit kemudian acara
dimulai. Semua tamu mulai menyanyikan lagu ulang tahun untuk Nindy. Diapit oleh
kedua orang tuanya, aku bisa merasakan betapa bahagianya Nindy saat itu.
Tiba-tiba saja dadaku seperti tertohok, aku merindukan saat-saat seperti itu,
di mana papa dan mama mendampingiku di saat bahagiaku. Tahun lalu saat
merayakan ulang tahunku yang ke-16, orang tua ku sedang berada di luar kota
sehingga aku hanya merayakan bersama teman-temanku. Tahun ini aku tidak
berharap banyak, aku cuma berharap papa dan mama ada disampingku di saat
bahagiaku nanti. Semoga saja.
-
“Hoaaaaam”
Dari tempat tidur aku bisa
melihat matahari berusaha menembus gorden jendela kamarku. Sepertinya aku
kesiangan. Dan benar saja, saat melihat jam ternyata waktu sudah menunjukkan
pukul 12 siang di hari Minggu. Sepulang dari acara Nindy aku langsung terlelap
karena capek. Acaranya berlangsung meriah dan Nindy sempat menangis terharu
menerima hadiah dari aku dan Fanya. That was a fun and tired night! Setelah
sepenunhnya sadar aku pun beranjak menuju dapur untuk mengambil minum, tetapi aku
merasakan kalau keadaan rumah begitu hening.
“Bi, papa dan mama kemana?”
“Oh itu, non. Ibu barusan
berangkat katanya ada urusan mendadak di Itali. Bapak juga ada kerjaan mendadak
di Bali. Katanya mereka udah sms non Nayla, soalnya non nyenyak banget pas mau
dibangunin.”
“Pergi lagi? Huhhhh yaudah deh
kalo gitu, bi.”
Yang benar saja, lagi-lagi aku
ditinggal pergi. Dan ketika aku mengecek handphone memang
benar terdapat sms dari papa dan
mama. Mereka bilang kalau mereka baru akan pulang hari Jumat. Dan lagi-lagi
mereka mentransfer uang untuk keperluanku selama mereka pergi. Is money
something that can buy my happiness?!
Mood-ku benar-benar jelek hari
itu, apa papa dan mama ga bisa sedikit saja meluangkan waktu buatku? Apa mereka
tidak ingin menikmati kebersamaan kami sebentar saja? Apa mereka pikir uang
bisa menggantikan kebahagiaanku saat bisa bersama mereka? Akhirnya tangisku
pecah, aku sangat merindukan sosok mama yang dulu selalu memelukku,
mengkhawatirkan bekalku. Begitu pula sosok papa yang selalu takut jika anak
satu-satunya keluar rumah sendiri. Aku merindukan cinta dan kasih sayang dari
mereka yang dulu bisa tiap hari kudapatkan. Dengan keadaan seperti ini aku
sudah tidak berharap banyak jika kedua orang tuaku bisa berada disampingku
disaat ulang tahunku nanti, aku tidak mengharapkan pesta mewah, aku hanya ingin
sosok mereka bersamaku.
-
Hari demi hari kujalani tanpa
semangat, bahkan aku tidak bisa merasa bahagia saat sahabat-sahabtku ada
disekitar. Dirumah hanya ada aku, bi Ija, dan pak Bejo. Ditambah lagi
kepulangan kedua orang tuaku yang seharusnya Jumat kemarin diundur dan baru
akan pulang sore ini. Tiba-tiba saja Fanya sangat memaksa mengajakku keluar
rumah sore ini, dan dia sengaja mejemputku bersama Nindy.
“Nay ayo buruan, udah jam 4 lohhh
masih banyak yang harus di kerjain.” Fanya terlihat seperti orang kelabakan.
“Mau ngapain sih, Fan. Nin kasih
tau aku dong si Fanya kenapa jadi begini.”
“Udah, Nay ikut aja, yuk buruaaaaan.”
Si Nindy sama kelabakannya.
“Yaudah bentar aku ambil tas
dulu.”
Sampailah sore itu kami di sebuah
salon. Fanya dan Nindy membawa 3 buah gaun, which is 1 gaun terlihat sangat
cantik dan menonjol sendiri. Aku melihat mereka tengah berbisik kepada sang
penata rambut dan make up.
“Udah Nay kamu diem aja ya ga usah
banyak tanya mau di apain, pokoknya hari ini kamu harus pasrah kita apa-apain.”
“Oh girls come on, jangan jadiin
aku badut aja ya haha.”
Setelah di make over sama
mbak-mbak salon tadi, kami segera menuju salah satu hotel mewah yang berada di
kawasan Bandung. I still have no idea with what’s going on. Kemudian tibalah
kami di ballroom hotel. So here I am. Mengenakan gaun merah sederhana yang
panjangnya sedengkul hingga jenjang kakiku terlihat jelas, tetapi tetap mewah
karena ditaburi Swarovski di bagian dada dan leher serta disekitar bordiran
yang hanya sedikit menutupi lengan atasku. Rambutku dibiarkan terurai agar
tetap terlihat sesuai umurku, dengan tak lupa diselipkan mahkota kecil di
bagian depan. Fanya dan Nindy yang tak kalah cantiknya sudah berdiri
dibelakangku mengenakan gaun putih yang sangat anggun. Dan saat aku membuka
pintu ballroom, ruangan tersebut sangat gelap, hanya lampu di pinggiran red
carpet yang menuntunkun memasuki ruangan. tiba-tiba saja lampu menyala.
“HAPPY
BIRTHDAY NAYLA AMANDA PIORIN.”
Seketika ruangan bergema, this is
my birthday. Semua orang yang aku kenal berkumpul di sini untuk merayakan ulang
tahunku yang ke-17. Dan mereka semua serentak mengucapkan itu saat lampu
menyala. Aku tak bisa lagi menahan haru, di depan sana aku melihat sebuah kue
yang sangat indah, Fanya dan Nindy menuntunku menuju kue tersebut. Akhirnya
mereka berkata bahwa ini semua adalah rencana kedua orang tuaku, dan mereka
sudah menyebarkan undangan sejak lama, tetapi mereka meminta agar tidak ada
yang memberitahu Nayla tentang rencana ini. Tangis bahagiaku semakin
menjadi-jadi, aku tak menyangka mereka akan melakukan hal seperti ini. Tetapi
tiba-tiba saja aku merasa sedih, aku tidak melihat sosok kedua orang tuaku di
ruangan ini. Dan benar saja, tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Dan Fanya
menyodorkan handphone-nya yang juga berbunyi kepadaku.
“Happy birthday my little
princess. Princess papa udah 17 tahun ya sekarang. Maafin papa ya ga bisa ada
di sana, papa masih di Bali dan baru akan pulang besok sore. Semoga kamu suka
sama pesta yang udah papa dan mama rancang dari lama ini ya.” Ternyata papa
berbicara melalu handphone Fanya.
“Happy birthday to you, happy
birthday to you. Happy birthday from Itali, Nayla sayang. Maafin mama ga bisa
berada disamping kamu saat ini, kepulangan mama ditunda lagi hingga senin. Kamu
mau kado apa? Mobil? Atau nanti papa sama mama transfer dulu uangnya ya kamu
boleh beli apa aja.” Mama terdengar sangat girang di ujung telpon.
Mataku pedih mendengar kalimat
mama barusan, aku tak mampu lagi membendung air mataku. Seketika aku langsung
meledak.
“UANG, UANG, UANG, APA APA UANG!!
NAYLA GA BUTUH ITU SEMUA MA, PA. NAYLA BUTUH KALIAN! NAYLA GA BUTUH PESTA INI
KALO GA ADA KALIAN DISAMPING NAYLA. NAYLA CAPEK NAHAN INI TERUS, NAYLA BUTUH
CINTA BUKAN UANG ATAUPUN MATERI LAINNYA!!”
Setelah kejadian itu acara tidak
berjalan dengan lancar. Nayla tiba-tiba jatuh pingsan dengan mata yang sudah
sembab. Akhirnya Nayla langsung di bawa pulang ke rumah. Orang tua Nayla sangat
cemas mendengar Nayla yang begitu periang tiba-tiba mengutarakan isi hatinya
malam itu. Mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil penerbangan pulang saat
itu juga.
-
Paginya setelah sampai dirumah
Papa langsung masuk ke kamar Nayla. Di sana sudah ada dokter pribadi yang
memeriksa kondisi Nayla. Betapa kagetnya sang papa mendengar penjelasan dokter.
“Maaf pak Irwan, tapi sepertinya
Nayla mengalami depresi yang sangat berat. Dia bahkan tidak mampu untuk
mengucapkan apa-apa. Untuk saat ini biarkan saja Nayla sendiri tetapi tetap di
awasi.”
Papa Nayla langsung terduduk dan
merasa hancur, betapa tidak, anak kesayangannya ternyata merasa kesepian selama
ini dan ia sangat menyesali hal itu. Dia sadar bahwa dia dan istrinya tidak
pernah meluangkan sedikit waktu untuk Nayla. Papa Nayla tenggelam dalam tangis yang
tiada hentinya, sambil terus menggenggam tangan Nayla.
Sore harinya mama Nayla baru tiba
dirumah. Papa juga sangat menyayangkan keterlambatan istrinya itu. Sama halnya
seperti papa, mama sangat terenyak melihat keadaan Nayla. Tangisnya pecah
seakan menyalahkan keegoisannya selama ini untuk tidak memberikan sedikit
waktunya pada Nayla.
“Nayla sudah melamun begitu sejak
tadi, Ma. Dia bahkan ga mau buka mulut saat akan papa suapi makan.”
Mama Nayla menangis terisak-isak
sambil memeluk Nayla. Ia terus-terusan meminta maaf kepada Nayla akan
kebodohannya selama ini. Tetapi Nayla hanya diam saja.
Semenjak hari itu papa dan mama
Nayla mulai mengurangi kegiatan mereka. Mereka sudah berkomitmen untuk selalu
ada disamping Nayla kapan pun ia butuh. Selama seminggu penuh mereka menemani
Nayla yang mulai berangsur-angsur membaik. Sejak kejadian itu mereka sadar
bahwa tidak ada gunanya mereka mengejar uang jika buah hati mereka sendiri
tidak bisa merasakan cinta dan kasih sayang dari mereka. Kejadian itu memberi
mereka pelajaran bahwa kebahagiaan tidak bisa didapatkan dari materi, dan
mereka harus bisa mengatur waktu agar orang yang mereka cintai dan kasihi tetap
mendapat kasih sayang yang cukup, bukan terus-terusan mengejar uang.
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta Atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com danNulisbuku.com